Kaliwungu adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Kendal, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini berbatasan langsung
dengan Semarang, tepatnya di sebelah barat Kota Semarang, Indonesia.
Kaliwungu terkenal dengan sebutan kota santri
dikarenakan di kecamatan tersebut terdapat puluhan pondok pesantren. Pemberian
nama Kaliwungu diambil dari peristiwa seorang guru (Sunan Katong) dan muridnya
(Pakuwojo) yang berkelahi di dekat sungai karena perbedaan prinsip. Dari
pertengkaran itu terjadi pertumpahan darah yang menurut cerita, Sunan Katong
berdarah biru dan Pakuwojo berdarah merah, keduanya wafat dalam perkelahian itu
dan darahnya mengalir di sungai sehingga berubah menjadi ungu.
Dan berikut ini adalah sejarah singkat masuknya islam di kaliwungu :
1. SULTAN
DEMAK KE II
Setelah sultan Demak ke I Raden Patah mangkat,
digantikan putera sulungnya bernama pangeran Surya atau adipati Yunus (Jepara)
atau disebut juga pangeran Sabrang Lor.
2. KI
PANDANARANG I
Setelah Sultan Demak II (Pati Yunus) mangkat,
puteranya yang tertua, pangeran Made Pandan tidak bersedia menggantikan tahta
kesultanan Demak. Di pulau Tirang inilah beliau sebagai mubaligh mulai
menyebarkan agama Islam terhadap penduduk yang masih memeluk agama Hindu/Budha,
di samping mengajarkan pula bercocok taman. Karena ketekunannya Pangeran Made
Pandan dapat menundukkan mereka dan akhirnya masuk Islam. Di pulau Tirang
terdapat tanaman pandan tetapi jarang (arang-arang-jawa), akhirnya di tempat
tersebut disebut pandanarang, adapun pangeran Made Pandan disebut Ki
Pandanarang. (I).
Pangeran Made Pandan kawin dengan Sejanila, menurut
sementara sejarah adalah putera Pangeran Panduruan di Sumenep (keturunan Raden
Patah). Ki Pandanarang, sekarang disebut Pragota atau Bregoto; makam Nyi
Sejanila juga berada di Bregoto.
3. JUMENENGAN BUPATI SEMARANG KE –I
Di sekitar Pragota(Bregoto) terdapat tanaman asam
tetapi jarang-jarang (arang-arang); akhirnya wilayah ini di sebut semarang,
asal dari kata-kata Asem-arang, dan disini sudah mulai banyak penduduknya. Sunan
Kalijogo (Raden Sahid) seorang wali yang terkenal namanya diantara Sembilan
Wali dari Demak berkehendak mengangkat putra sulung Ki Pndanarang I (Made
Pandan) yang bernama pangeran kasepuhan untuk menjabat bupati di Semarang;
maksud ini direstui oleh Sultan Pajang Hadiwijoyo, terlaksana pangeran
kasepuhan diangkat menjadi bupati di semarang yang pertama dengan gelar Ki
Pandanarang II. Bupati Semarang ke I ini wataknya kikir dan silau akan harta,
akan tetapi Sunan Kalijaga dapat meramalkan bahwa di kemudian hari Ki
Pandanarang II dapat menjadi wali sebagai ganti Syeh Siti Jenar. Dengan
tindakan dan cara yang bijaksana sunan Kalijaga dapat menyadarkan Ki
Pandanarang II akan wataknya yang tidak baik itu, dan akhirnya beliau
menyerahkan diri dan bertaubat. Selanjutnya Sunan Kalijaga beliau diperintahkan
supaya meninggalakan kamukten sebagai Bupati; akhirnya beliau bersama
keluarganya hijrah dan menetap di Tembayat;disini beliau di tugaskan sebagai
mubaligh menyebarkan agama Islam, akhirnya disebut sunan Tembayat. Kira-kira
tahun 1563 H. beliau wafat, dimakamkan di gunung jabalkat.
Setelah Ki Pandanarang II hijrah, kedudukan Bupati
Semarang dig anti adiknya, pangeran Kanoman, dengan gelar Ki Pandanarang III
sebagai Bupati Semarang.
4. BATARA KATONG MASUK ISLAM
Batara Katong adalah adipati Ponorogo; menurut
sementara sejarah/cerita, beliau adalah putera yang ke 24 dari prabu Browijoyo
V dari Majapahit (Kertobumi), jadi adik raden Patah Sultan Bintoro Demak.
Batara Katong memeluk agama Hindu;Batara Katong menerma anjuran dari Raden
Patah untuk memeluk Islam, anjuran itu diterima tetapi akan dipenuhi setalah
ayahandanya mangkat; setelah ayahanda mangkat, Batara Katong tidak menepati
janjinya dan selalu menagguhkan waktunya. Akhirnya Batara Katong menerima Ilham
( wangsit) dari Tuhan dan dapat petunjuk supaya meninggalkan kamukten sebagai
adipati dan supaya berguru ke Pulau Tirang, maka berangkatlah Batara Katong
menuju kearah yang du tunjukkan menurut
wangsit itu, yaitu ke Pulau Tirang, berguru kepada Ki Pandanarang I (Made
Pandan) dan masuk Islam setelah dianggap cukup dalam mempelajari agama Islam.
Dalam perjalanannya beliau sampai di suatu sungai (Kali), berhenti
beristirahat, akhirnya tiduran tepat dibawah pohon yang warnanya ungu (wungu);
akhirnya di tempat itu di sebut desa kaliwungu, sedang sungainya disebut kali
sarean, masih ada hingga sekarang. Jadi itulah asal usul nama desa Kaliwungu.
5. PENYIARAN AGAMA ISLAM DI KALIWUNGU
Karena desa kaliwungu dan sekitarnya penduduknya
belum memeluk agama Islam, maka Batara Katong mulai mengembangkan agama Islam,
beliau bermukim dibukit Penjor. Setelah tugas penyiaran agama Islam Nampak
berhasil dan banyak muridnya, maka beliau mendirikan mesjid ditempat yang
disebut sawah jati, tempat ini sekarang tidak Nampak bekasnya. Sejak itulah
Batara Katong di sebut sunan Katong. Di tengah kota Kaliwungu sekarang ada
jalan yang diberi nama Sawah jati ; mungkin nama jalan ini mengambil dari
sejarah bahwa distitu dahulunya tempat
didirikan masjid yang permata oleh Batara Katong. Setelah Sunan Katong wafat
dimakamkan ditempat yang dulu disebut togal sawah, yang dikenal sekarang adalah
makam Protowetan termasuk desa Protomulyo; makam tersebut tidak jauh dari bukit
Penjor. Di komplek makam ini dimakamkan pula para tokoh Islam, makam tersebut
dimuliakan oleh rakyat dan tiap than di ziarahi besar besaran oleh rakyat
kaliwungu dan dari lain daerah tiap tiap tanggal 7 syawwal, disbut syawwalan.
Mengenai sunan Katong atau Batara Katong dan
makamnya yang ada di protowetan kec. Kaliwungu sering timbul pertanyaan dan
keraguan, benarkan tokoh Islam yang disebut Sunan Katong itu identitas dengan
Batara katong Adipati Ponorogo? Karena Diponegoro terdapat pusara/kubur Batara
Katong.
Karena menurut catatan atau Memorires van Pangeran
Ario Notohamiprojo Ragent van Kendal, halaman 91 menunjukkan pada waktu mudanya
P.A. Notohamiprojo pernah mengikiti perjalanan dalam rangka peninjauan Prins
Frederik Henderik cucuu raja Nederland ke pulau jawa bulan juni 1837, sehingga
meninjau kuburnya Batara Katong di ponorogo. Jadi istilah kubur di artikan
adalah tempat jenazah di kebumikan. Hanya menurut kepercayaan rakyat di
Kaliwungu sangat percaya bahwa pusara Sunan Katong adalah di Protowetan, lepas
dari pemikiran apakah Sunan Katong itu identitas dengan Batara Katong atau
bukan.
6. KYAI GURU PENERUS PENYIARAN AGAMA ISLAM
Setelah sunan Katong wafat, maka datanglah pada
tahun 1560 M. di kaliwungu seorang ulama asal mataram bernama Kyai Haji
Asy’ari, beliau pernah bermukim di mekkah untuk memperdalam ajaran Islam. Di
Kaliwungu beliau menyiarkan agama Islam, jadi beliau adalah seorang yang
pertama kali debagai penerus pengembangan Islam setelah Sunan Katong wafat.
Kyai Asy’ari dalam penyarannya agama Islam di
Kaliwungu mendapat kemajuan, muridnya bertambah banyak, tidak saja dari desa
Kaliwungu tetapi juga dari lain desa. Selanjutnya Kyai Asy’ari mendirikan rumah
pesantren dan juga sebagai tempat tinggalnya yang tetap; akhirnya Kyai H.
Asy’ari di sebut Kyai Guru. Karena bekal ilmu yang di peroleh selama bermukim
di mekkah, maka dalam memberikan pelajaran agama Islam juga lebih luas; tidak
hanya di bidang ketauhidan saja tetapi juga dibidang lain mengenai syariat
agama Islam, sedang masa Sunan katong yang di tanamkan khusus di bidang ketaukhidan/keimanan
pada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai pada keadaan pada masa itu.
7. KYAI GURU
PENDIRI MASJID JAMI’ KALIWUNGU
Menurut kisah yang di muat dalam brosur Syawalan
terbitan 1977 menyebutkan bahwa Kyai Guru adalah pendiri masjid Jami’ di
Kaliwungu. Dahulu bentuk masjid itu tentu saja masih sangat sederhana
bangunannya. Sekarang sudah mengalami pemugaran lima kali di bawah pimpinan
keturunan Kyai Guru.
Pemugaran pertama pada tahun 1653 di bawah pimpinan
Kyai Haji Mohammad, pada sekitar zamannya Bupati kaliwungu Tmg. Wirosoco atau
masa ngabei Metoyudo dan Tmg. Wongsodiprojo.